Makalah Sosiologi Agama Sejarah Tentang Nahdlatul Ulama (NU)

 

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sejak 1980-an, perkembangan Islam di Indonesia di tandai oleh munculnya fenomena menguatnya religiusitas umat Islam. Fenomena ditengarai sebagai Kebangkitan Islam (Islamic Revivalism) ini muncul dalam bentuk meningkatnya kegiatan peribadatan, menjamurnya pengajian merebaknya busana yang islami, serta munculnya partai-partai yang memakai platform Islam. Fenomena mutakhir yang mengisyaratkan menguatnya kecenderungan ini adalah tuntutan formalisasi Syariat Islam. 

Selain fenomena di atas, setelah reformasi, kebangkitan Islam ini juga ditandai oleh munculnya aktor gerakan Islam baru. Aktor baru ini berbeda dengan aktor gerakan Islam yang lama, seperti NU, Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad, Al-Washliyah, Jamaat Khair dan sebagainya. Gerakan mereka di luar kerangka mainstream proses politik, maupun wacana dalam gerakan Islam dominan. Fenomena munculnya aktor baru ini sering disebut “Gerakan Islam Baru” (New Islamic Movement).

Organisasi-organisasi baru ini memiliki basis ideologi, pemikiran, dan strategi gerakan yang berbeda dengan ormas-ormas Islam yang ada sebelumnya. Mereka ditengarai berhaluan puritan, memiliki karakter yang lebih militan, radikal, skripturalis, konservatif, dan eksklusif. Berbagai ormas baru tersebut memang memiliki platform yang beragam, tetapi pada umumnya memiliki kesamaan visi, yakni pembentukan “Negara Islam” (Daulah Islamiyah) dan mewujudkan penerapan syariat Islam, baik dalam wilayah masyarakat maupun negara. 

Meskipun spektrum berbagai gerakan ini cukup luas dan komplek tetapi secara ideologis kelompok ini secara keseluruhan menganut paham “salafisme radikal”, yakni berorientasi pada penciptaan kembali masyarakat salaf (generasi nabi muhammad dan para sahabatnya) dengan cara-cara keras dan radikal. Bagi mereka, Islam pada kaum salaf inilah yang merupakan Islam yang paling sempurna. Masih murni dan bersih dari berbagai tambahan atau campuran (bid’ah) yang dipandang mengotori Islam. Radikalisme religio-historis ini diperkuat dengan pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist secara harfiah. 

Gerakan Islamisasi versi mereka lebih bercorak konfrontatif terhadap sistem sosial politik yang ada. Gerakan ini menghendaki adanya perubahan mendasar terhadap sistem yang ada saat ini (yang mereka sebut sistem sekuler atau “Jahiliyyah Modern”) dan kemudian berupaya menggantinya dengan sistem baru yang mereka anggap sebagai sistem Islam (Nizam Islami). Agenda Iqamah Dawlah Islamiyah (mendirikan Negara Islam) dan formalisasi syariat Islam, merupakan muara dari semua aktifitas yang mereka lakukan (Rahmat, 2005:10-11).

Munculnya agama dalam kehidupan masyarakat kerena ada sifat ketauhidan masyarakat terhadap Tuhan, oleh kerena itu agama perlu dipelajari dan dihayati kerana kebutuhan manusia terhadap Tuhan.

Seiring perkembangan zaman agama pun berkembang luas bayak ditemui golongan-golongan islam di Negara besar, salah satunya di Negara Indonesia banyak sekali golongan-golongan islam di antaranya, Muhammadiyah, Ahmadiyah, Syiah dan bayak lagi yang lainnya. Di antara golongan-golongan itu ada salah satu juga golongan yang bernama ahlusunanah waljama’ah atau yang biasa dikenal dengan golongan NU, golongan ini banyak mempunyai ritual-ritual salah satunya ritual mehaul atau haulan, ritual ini dilakukan untuk memperingati 1 tahun kematian seseorang juga dalam rangka memeri sedekah atau mengirimkan bacaan-bacaan untung sang almarhum.

B. Rumusan Masalah 

Dari pemparan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah antara lain:
1. Bagaimana sejarah lahirnya NU?

2. Bagaimana tata cara pelaksanaan ritual haul yang dilakukan oleh golongan NU?

3. Apa tujuan dan manfaat melaksanakan ritual Haul bagi golongan NU?

C. Tujuan 

Dari rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sejarah lahirnya NU

2. Untuk mengetahui tata cara pelaksanaan ritual haul yang dilakukan oleh golongan NU

3. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat melaksanakan haul bagi golongan NU

D. Manfaat

a.         Teoritis
Dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa khususnya dan masyarakat umumnya mengenai ritual Haul yang dilakukan oleh golongan masyarakat NU.
b.        Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan analisa untuk menambah pemahaman tentang riitual Haul yang dilakukan oleh golongan masyarakat NU.

  
BAB II
PEMBASAN

A. Sejarah kelahiran NU

Sebagai warga Indonesia khususnya warga NU haruslah mengetahui sejarah Bangsa ini. Bagaimana NU dalam peranannya yang begitu besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, mempertahankan keutuhan NKRI dan bagaimana latar belakang lahirnya ormas terbesar di dunia Nahdlatul Ulama (NU) ini lahir. Silakan disimak dan dihayati mudah-mudahan menjadi pijakan bagi kita untuk lebih menghargai jasa-jasa para Pahlawan.

            Ada tiga alasan yang melatarbelakangi lahirnya Nahdlatul Ulama 31 Januari 1926:

1.        Motif Agama.
Bahwa Nahdlatul Ulama lahir atas semangat menegakkan dan mempertahankan Agama Allah di Nusantara, meneruskan perjuangan Wali Songo. Terlebih Belanda-Portugal tidak hanya menjajah Nusantara, tapi juga menyebarkan agama Kristen-Katolik dengan sangat gencarnya. Mereka membawa para misionaris-misionaris Kristiani ke berbagai wilayah.

2.        Motif Nasionalisme.
NU lahir karena niatan kuat untuk menyatukan para ulama dan tokoh-tokoh agama dalam melawan penjajahan. Semangat nasionalisme itu pun terlihat juga dari nama Nahdlatul Ulama itu sendiri yakni Kebangkitan Para Ulama. NU pimpinan Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari sangat nasionalis. Sebelum RI merdeka, para pemuda di berbagai daerah mendirikan organisasi bersifat kedaerahan, seperti Jong Cilebes, Pemuda Betawi, Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatera, dan sebagainya. Tapi, kiai-kiai NU justru mendirikan organisasi pemuda bersifat nasionalis.

Selain itu dari rahim NU lahir lasykar-lasykar perjuangan fisik, di kalangan pemuda muncul lasykar-lasykar Hizbullah (Tentara Allah) dengan panglimanya KH. Zainul Arifin seorang pemuda kelahiran Barus Sumatra Utara 1909, dan di kalangan orang tua Sabilillah (Jalan menuju Allah) yang di komandoi KH. Masykur. Sejarah mencatat, meski bangsa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, 53 hari kemudian NICA (Netherlands Indies Civil Administration) nyaris mencaplok kedaulatan RI. Pada 25 Oktober 1945, 6.000 tentara Inggris tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Pasukan itu dipimpin Brigadir Jenderal Mallaby, Panglima Brigade ke-49 (India). Penjajah Belanda yang sudah hengkang pun membonceng tentara sekutu itu.

Praktis, Surabaya genting. Untung, sebelum NICA datang, Soekarno sempat mengirim utusan menghadap Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng, Jombang. Melalui utusannya, Soekarno bertanya kepada Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari:“Apakah hukumnya membela tanah air? Bukan membela Allah, membela Islam, atau membela al-Qur'an. Sekali lagi, membela tanah air?”

Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari yang sebelumnya sudah punya fatwa jihad kemerdekaan bertindak cepat. Dia memerintahkan KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syansuri, dan para Kiyai lain untuk mengumpulkan para Kiyai se-Jawa dan Madura. Para Kiyai dari Jawa dan Madura itu lantas rapat di Kantor PB Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO), Jalan Bubutan VI/2, Surabaya, dipimpin Kiai Wahab Hasbullah pada 22 Oktober 1945.

Pada 23 Oktober 1945, Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari atas nama Pengurus Besar NU mendeklarasikan seruan jihad fi sabilillah, yang kemudian dikenal dengan Resolusi Jihad. Ada tiga poin penting dalam Resolusi Jihad itu:

a)      setiap muslim – tua, muda, dan miskin sekalipun- wajib memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan Indonesia.

b)      Pejuang yang mati dalam perang kemerdekaan layak disebut syuhada.

c)      Warga Indonesia yang memihak penjajah dianggap sebagai pemecah belah persatuan nasional, maka harus dihukum mati.

Jadi, umat Islam wajib hukumnya membela tanah air. Bahkan, haram hukumnya mundur ketika kita berhadapan dengan penjajah dalam radius 94 km (jarak ini disesuaikan dengan dibolehkannya Qashar Shalat). Di luar radius itu dianggap fardhu kifayah (kewajiban kolektif, bukan fardhu ‘ain, kewajiban individu).

Fatwa jihad yang ditulis dengan huruf pegon itu kemudian digelorakan Bung Tomo lewat radio. Keruan saja, warga Surabaya dan masyarakat Jawa Timur yang keberagamaannya kuat dan mayoritas NU merasa terbakar semangatnya. Ribuan Kiyai dan santri dari berbagai daerah -seperti ditulis M.C. Ricklefs (1991), mengalir ke Surabaya.

Meletuslah peristiwa 10 November 1945 yang dikenang sebagai hari pahlawan. Para Kiyai dan pendekar tua membentuk barisan pasukan non regular Sabilillah yang dikomandani oleh KH. Maskur. Para santri dan pemuda berjuang dalam barisan pasukan Hizbullah yang dipimpin oleh H. Zainul Arifin. Sementara para Kiyai sepuh berada di barisan Mujahidin yang dipimpin oleh KH. Wahab Hasbullah. Perang tak terelakkan sampai akhirnya Brigadir Jenderal Mallaby tewas.

3.        Motif Mempertahankan Faham Ahlussunnah wal Jama’ah.
     NU lahir untuk membentengi umat Islam khususnya di Indonesia agar tetap teguh pada ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah (Para Pengikut Sunnah Nabi, Sahabat dan Ulama Salaf Pengikut Nabi-Sahabat), sehingga tidak tergiur dengan ajaran-ajaran baru (tidak dikenal zaman Rasul-Sahabat-Salafus Shaleh/ajaran ahli bid'ah). Pembawa ajaran-ajaran bid'ah yang sesat (bid'ah madzmumah) menurut ulama Ahlussunnah wal Jama’ah adalah sebagai berikut:

a.       Kaum Khawarij

b.      Kaum Syi'ah, 

c.       Aliran Mu'tazilah 

d.      Faham Qodariyyah 

e.       Aliran Mujassimah atau kaum Hasyawiyyah

f.       Ajaran-ajaran Para Pembaharu Agama Islam (Mujaddid) 

Mereka juga membangkitkan kembali penafsiran al-Qur'an-Sunnah secara lafdziy. Golongan Salafi ini percaya bahwa al-Qur’an dan Sunnah hanya bisa diartikan secara tekstual (apa adanya teks) atau literal dan tidak ada arti majazi atau kiasan di dalamnya. Pada kenyataannya terdapat ayat al-Qur’an yang mempunyai arti harfiah dan ada juga yang mempunyai arti majazi, yang mana kata-kata Allah Swt. harus diartikan sesuai dengannya. Jika kita tidak dapat membedakan di antara keduanya maka kita akan menjumpai beberapa kontradiksi yang timbul di dalam Al-Qur’an. Maka dari itu sangatlah penting untuk memahami masalah tersebut.

Dengan adanya keyakinan bahwa seluruh kandungan Al-Qur’an dan Sunnah hanya memiliki makna secara tekstual atau literal dan jauh dari makna majazi atau kiasan ini, maka akibatnya mereka memberi sifat secara fisik kepada Allah Swt. (umpama Dia Swt. mempunyai tangan, kaki, mata dan lain-lain seperti makhlukNya). Mereka juga mengatakan terdapat kursi yang sangat besar (‘Arsy) dimana Allah Swt. duduk (sehingga Dia membutuhkan ruangan atau tempat untuk duduk) di atasnya. Terdapat banyak masalah lainnya yang diartikan secara tekstual. Hal ini telah membuat banyak fitnah di antara ummat Islam, dan inilah yang paling pokok dari mereka yang membuat berbeda dari madzhab yang lain. Salafisme ini hanya berjalan atas tiga komposisi yaitu; Syirik, Bid’ah dan Haram. 

B. Tata Cara plaksanaan ritual
Para ulama menyatakan, peringatan haul tidak dilarang oleh agama, bahkan dianjurkan, menurut penjelasan Kyai Sahal Mahfudh, bahwa status hukum haul ditentukan oleh status hukum rangkaian tiga hal dalam pelaksanaan haul, yaitu: 

1. Tahlil, membaca al-Qur’an dan mendo’akan mayit
Telah kita maklumi bersama, perjamuan tahlilan merupakan upacara ritual (seremonial) memperingati hari kematian yang biasa dilakukan oleh umumnya masyarakat Indonesia, terutama masyarakat pedesaan. Acara tersebut diselenggarakan ketika salah seorang/sebagian dari anggota keluarga telah meninggal dunia. Secara bersama-sama, setelah proses penguburan selesai dilakukan, seluruh keluarga, handai taulan, serta masyarakat sekitar berkumpul di rumah keluarga mayit hendak menyelenggarakan acara pembacaan beberapa ayat al-Qur’an, dzikir, berikut do’a-do’a yang ditujukan untuk mayit di “alam sana”. Karena dari sekian materi bacaannya terdapat kalimat tahlil yang diulang-ulang (ratusan kali) maka acara tersebut biasa dikenal dengan istilah “tahlilan”. 

Ibnu Taimiyyah dalam kitab Fatwa-nya, sesuai dengan kesepakatan para imam bahwa mayit dapat memperoleh manfaat dari semua ibadah, baik ibadah badaniyah seperti sholat, puasa, membaca al-Qur’an ataupun ibadah maliyahseperti sedekah dan lain-lainnya. Hal yang sama juga berlaku untuk orang yang berdo’a dan membaca istighfar untuk mayit (Abdusshomad,  81:2008).

Berikut ini Muhammad Ibn Ahmad Ibn Abd. Halim yang lebih populer dengan panggilan Ibn Taimiyah menjelaskan sebagai berikut: 

Adapun sedekah untuk mayit, maka ia bisa mengambil manfaat berdasarkan kesepakatan umat Islam, semua itu terkandung dalam beberapa haditsshahih dari Nabi SAW., seperti kata Sa’ad “Ya Rasulullah, sesungguhnya Ibuku telah wafat, dan aku berpendapat jika ia masih hidup, pasti bersedekah, apakah bermanfaat jika aku bersedekah sebagai gantinya?”Jawab beliau “ya, begitu juga bermanfaat bagi mayit; haji, qurban, memerdekakan budak, do’a dan istighfar kepadanya, yang ini tanpa perselisihan tanpa imam. Adapun puasa, sholat sunah, membaca al-Qur’an untuk mayit, ada dua pendapat: Pertama, mayit bisa mengambil manfaat dengannya, pendapat ini menurut Imam Ahmad, Abu Hanifah dan sebagian Ashhab Ayafi’i dan yang lain. Kedua, tidak sampai kepada mayit, menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab Imam Malik dan Syafi’i. ( Taimiyah, 314-315: XXIV).

Berziarah ke makam para wali dan orang-orang shaleh telah menjadi tradisi para ulama salaf. Di antaranya adalah Imam Syafi’i mencontohkan berziarah kemakam Laits bin Sa’ad dan membaca Al-Qur’an sampai khatam disana.

Berkumpul untuk melakukan tahlilan merupakan tradisi yang telah diamalkan secara turun temurun oleh mayoritas umat Islam Indonesia. Meskipun format acaranya tidak diajarkan secara langsung oleh Rasulullah SAW, namun kegiatan tersebut dibolehkan karena tidak satupun unsur-unsur yang terdapat di dalamnya bertentangan dengan ajaran Islam, misalnya pembacaan yasin, tahlil, tahmid, tasbih dan semacamnya.

Dari sisi sosial, keberadaan tradisi tahlilan mempunyai manfaat yang sangat besar untuk menjalin ukhuwah antar anggota masyarakat. Dalam sebuah penelitian ilmiyah yang dilakukan oleh Zaenuddin Fananie MA., dan Atiqo Sabardila MA., dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta didapat kesimpulan bahwa tahlil merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan keagamaan. Disamping itu tahlil juga merupakan salah satu alat mediasi (perantara) yang paling memenuhi syarat yang bisa dipakai sebagai media komunikasi keagamaan dan pemersatu umat serta mendatangkan ketenangan jiwa.

2. Pengajian
Pengajian merupakan salah satu cara dakwah bi al-lisan (dengan ucapan). Untuk memberikan wawasan, bimbingan dan penyuluhan yang bertujuan meningkatkan kualitas ketaqwaan kaum muslimin, dengan jalan memperluas pemahaman mereka tentang ajaran agamanya. Peningkatan iman dan taqwa akan mendorong melakukan amal saleh, baik ibadah ritual, individual, maupun sosial. Dari sana pula diharapkan moralitas dan etika dikalangan masyarakat meningkat. 

Pola dakwah dalam bentuk pengajian memiliki beberapa kelebihan, disamping kekurangannya. Kelebihannya, peserta tak perlu mengeluarkan biaya, dapat menampung jumlah yang banyak dari berbagai lapisan, temanya bisa disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat, dan pesan-pesannya disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami dan dicerna sesuai kadar intelektual pesertanya. 

3. Sedekah atau Shodaqoh
Adapun sedekah yang pahalanya diberikan/dihadiahkan kepada mayit, pada dasarnya diperbolehkan. Karena hal itu termasuk amal sholeh. Muhyiddin Abdusshomad dalam bukunya Hujah NU mengatakan bahwa menghadiahkan pahala ibadah kepada orang yang meninggal dunia itu ada manfaatnya, karena dengan izin Allah SWT akan sampai kepada orang yang dimaksud. Jika Allah SWT telah mengabulkan do’a yang dipanjatkan itu, lalu siapakah yang berani mengatakan pahala al-Qur’an serta dzikir itu tidak sampai kepada orang yang meninggal dunia? Pasti pahala tersebut akan sampai kepada ahli kubur yang dimaksud.

C. Tujuan Dan Manfaat Haul

            Pertama, untuk mengambil teladan dengan kematian seseorang, bahwa kita pada akhirnya nanti juga akan meninggal. Sehingga hal itu akan menimbulkan dampak pada diri kita untuk selalu meningkatkan ketakwaan dan amal sholeh. 

Kedua, untuk meneladani amaliyah dan kebaikan-kebaikan dari orang yang dihauli, khususnya jika yang dihauli adalah ulama, sholihin atau waliyullah, dengan harapan agar segala amaliyah baik mayit semasa hidupnya akan dapat kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu biasanya acara haul selalu diisi dengan pembacaan biografi (manaqib) atau sejarah hidup orang yang sudah wafat dengan maksud agar kebaikan orang tersebut dapat diketahui orang yang hadir dan mereka dapat menapak-tilasi perilakunya yang terpuji serta mengambil apa saja yang bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat mereka. 

Ketiga, untuk memohon keberkahan hidup kepada Allah melalui wasilah (media) keberkahan-Nya yang telah diberikan kepada para ulama, sholihin atau waliyullah yang dihauli tersebut selama masa hidupnya. 

Keempat, sebagai sarana silaturahmi dan persatuan umat Islam, karena dengan media haul ini tidak jarang para ulama mengajak umat Islam untuk mencintai Rasulullah dan bersatu membentuk ukhuwah Islamiyah.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan 

Haul adalah sebuah ritual yang dilakukan oleh golongan NU untuk mengenang dan mengingat warga bahwa kematian itu pasti akan datang Sehingga hal itu akan menimbulkan dampak pada diri kita untuk selalu meningkatkan ketakwaan dan amal sholeh serta meneladani amaliyah dan kebaikan-kebaikan dari orang yang dihauli, khususnya jika yang dihauli adalah ulama, sholihin atau waliyullah, dengan harapan agar segala amaliyah baik mayit semasa hidupnya akan dapat kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu biasanya acara haul selalu diisi dengan pembacaan biografi (manaqib) atau sejarah hidup orang yang sudah wafat dengan maksud agar kebaikan orang tersebut dapat diketahui orang yang hadir dan mereka dapat menapak-tilasi perilakunya yang terpuji serta mengambil apa saja yang bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat mereka. sebagai sarana silaturahmi dan persatuan umat Islam, karena dengan media haul ini tidak jarang para ulama mengajak umat Islam untuk mencintai Rasulullah dan bersatu membentuk ukhuwah Islamiyah

B. Saran
Alangkah baiknya ritual haul jangan sampai ditinggalkan dan hendaknya bagi generasi muda agar dapat melestarikan tradisi haul ini supaya tradisi haul tidak hilang dalam kehidupan masyarakat golongan NU.

DAFTAR PUSTAKA

Rahmat, M. Imdadun. Artis baru Islam Radikal-Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Idonesia. Jakarta : Erlangga, 2007
Muhyiddin Abdusshomad, Hujjah NU: Aqidah-Amaliah-Tradisi, Khalista, Surabaya, 2008,
Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, Maktabah Al-Nahdhoh Al-Haditsah, Mekkah, t.th, XXIV,

 






Print Friendly and PDF

0 Response to "Makalah Sosiologi Agama Sejarah Tentang Nahdlatul Ulama (NU)"

Post a Comment