BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak
jalanan adalah fenomena nyata bagian dari kehidupan yang menimbulkan
permasalahan sosial yang komplek. Keberadaan anak jalanan diabaikan dan tidak
dianggap ada oleh sebagian besar masyarakat, terutama masyarakat awam. Jumlah
anak jalanan dipercaya semakin tahun semakin meningkat.
Hidup
menjadi anak jalanan bukan merupakan pilihan yang menyenangkan. Beberapa
permasalahan yang mengancam anak jalanan antara lain adalah kekerasan yang
dilakukan oleh anak jalanan lain, komunitas dewasa, satpol PP, bahkan kekerasan
seksual seperti penggunaan pil, alkohol, rokok dan juga penyakit-penyakit
menular seperti HIV/AIDS. Anak jalanan berada dalam kondisi yang tidak memiliki
masa depan cerah dan tidak jarang menjadi masalah bagi banyak pihak seperti
keluarga, masyarakat dan negara. Realisasi pemberian bantuan belum menimbulkan
banyak perubahan, mengacu pada data jumlah anak jalanan yang meningkat dari
tahun ke tahun. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dan lembaga-lembaga
masyarakat yang peduli pada anak jalanan, belum memberikan solusi terbaik bagi
permasalahan anak jalanan.
Dalam
mewujudkan kebutuhan sehari-hari negara wajib melindungi fakir miskin
sebagaimana disebut pada pasal 34 UUD 1945, fakir miskin dan anak terlantar
dipelihara oleh negara. Hak-hak asas anak terlantar sama dengan hak-hak asasi
manusia pada umumnya, seperti tercantum dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang pengesahan Convention on the Right of the Child (konvensi
tentang hak-hak anak). Anak perlu mendapatkan hak-haknya secara normal
sebagaimana layaknya, yaitu hak sipil dan kemerdekaan (civil right and freedoms), lingkungan keluarga dan pilihan
pemeliharaan (family envionment and
alternative care), kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic health and welfare), pendidikan, rekreasi dan budaya (education, laisure and culture activites),
dan perlindungan khusus (special
protection) (Harja Saputra, 9 April 2007). Hak-hak yang seharusnya diterima
oleh anak tersebut belum dapat terpenuhi sehingga anak memilih uuntuk hidup
dijalanan.
Anak
terlantar adalah anak karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya,
orang tua tidak dapat menjalankan perannya misalnya mencukupi kebutuhan anak
dan seringkali tidak dpat melindungi anak dari bahaya jalanan sehingga anak
tersebut menjadi terlantar. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan rohani
yaitu penanaman ilmu agama terhadap anak, kebutuhan jasmani seperti kesehatan
anak, sandang, pangan, dan papan, serta kebutuhan sosial yang merupakan
pengetahuan bersosialisasi terhadap msyarakat dan lingkungan. Anak terlantar
adalah anak yang tinggal dikeluarga miskin usia sampai dengan 18 tahun.
Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup
memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga
tidak mampu memamfaatkan tenaga mental, maupun fisik dalam kelompok tesebut.
Namun tidak semua keluarga miskin melalaikan kewajibanya karena pada dasarnya
setiap orang tua menginginkan anak-anak mereka untuk mendapatkan hak-haknya,
seperti pendidikan. Pada dasarya tidak semua anak jalanan bekerja atas dorongan
orang tua, sebagian besar dari mereka juga memiliki kesadaran diri untuk turut
bekerja membantu penghasilan orang tua.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
yang melatar belakangi timbulnya anak jalanan?
2. Bagaimana
pengaruh lingkungan terhadap prilaku sosial anak jalanan?
3. Dampak
apa saja yang di timbulkan oleh anak jalanan?
4. Bagaimana
solusi untuk mengurangi anak jalanan?
1.3 Tujuan
Penulisan
Tujuan pembuatan
makalah ini adalah :
a. Untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah Pengantar Psikologi Sosial.
b. Berbagi
imformasi mengenai masalah sosial yang ada di lingkungn sekitar kita.
c. Memberikan
paparan bagaimana prilaku sosial anak
jalanan serta dampaknya bagi masyarakat.
d. Solusi
untuk menngurangi keberadaan anak jalanan.
1.4
Metode Riset
Observasi
menggunakan perspektif deskreptif kuantitatif. Perspektif deskreptif
kuantitatif adalah perspektif dalam penelitian kuantitatif yang tidak memiliki
nama formal atau tidak memenuhi tipologi perspektif penelitian kuantitatif yang
ada. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data mengenai prilaku sosial anak
jalanan di Banjarmasin dengan menggunakan tiga bentuk, yaitu wawancara,
observasi dan catatan lapang.
1.5
Hambatan, Kesulitan dan Solusi saat
Riset
Sewaktu riset hambatan yang didapat
adalah sulit dalam mendapatkan subjek karena seringnya rajia yang dilakukan
oleh Pamong Praja (Satpol PP), sehingga anak jalanan memiliki jadwal tertentu
untuk turun ke jalan terutama anak yang berusia 10-18 tahun. Usia remaja
diutamakan karena memliki aspirasi lebih realistis dibandingkan anak-anak.
Solusi yang didapat adalah dengan mencari subjek keliling kota Banjarmasin.
1.6 Waktu dan Tempat
Wawancara ini dilakukan pada hari
Senin, tanggal 13 Mei 2013 pukul 19.45 WITA sampai selesai di lampu merah
simpang empat Ramayana.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penyebab Timbulnya Anak Jalanan
Berdasarkan teori dan hasil observasi dari berbagai sumber, penulis
mendapatkan imformasi yang melatarbelakangi timbulnya anak jalanan, diantaranya
adalah sebagai berikut:
a.
Faktor Ekonomi
Pada dasarnya anak jalanan timbul karena adanya keterpaksaan dalam
memenuhi kebutuhan hidup, yang biasanya dilatar belakangi oleh minimnya
pendapatan orang tua yang menyebabkan keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari. Hal inilah yang kemudian dijadikan sebagai sebuah alasan untuk
terjun kejalanan guna mendapatkan penghasilan.
b.
Faktor Kebebasan
Dengan turun ke jalanan mereka mendapatkan kebebasan yang berkualitas
dengan lingkungan luar, menghibur diri dan berinteraksi dengan anak-anak yang
memiliki latar belakang yang sama.
c.
Faktor Lingkungan
Lingkungan sekitar menjadi pemicu yang dapat mempengaruhi
pemikiran-pemikiran anak pada umumnya. Dalam hal ini anak-anak biasanya terjun
bekerja dijalan karena adanya pengaruhi dari teman sebaya, sehingga mereka
merasa memiliki teman yang mempunyai latar belakang yang sama.
d.
Faktor Pendidikan yang Minim
Kebanyakan dari mereka menganggap bahwa pendidikan tinggi
memang penting tetapi tidak terlalu perlu dilaksanakan. Sebagian besar, anak
jalanan memiliki cita-cita yang sama dengan orang tuanya, menurut mereka
tidaklah rumit apabila mereka melanjutkan
pekerjaan orang tuanya, misalnya mengamen, pemulung, dan lain sebagainya.
Sedikit sekali anak jalanan yang memiliki harapan tinggi, sehingga sangat sulit
untuk memberi kesadaran pada mereka arti pentingnya pendidikan, karena
merekapun menutup diri tentang hal tersebut.
e. Kekerasan Keluarga
Adanya
kekerasan yang dilakukan anggota keluarga kepada anak, akibatnya anak tidak
merasa mendapat perlindungan dan menjadi terlantar turun ke jalanan.
Menurut Shalahuddin (2000), yang dimaksudkan anak jalanan
adalah individu yang berumur di bawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian atau
seluruh waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan guna mendapatkan
uang atau guna mempertahankan hidupnya. Seperti mengamen, meminta-minta,
mencari barang bekas, dan lain sebagainya. Jadi, dalam kasus ini terdapat
batasan umur untuk menentukan apakah anak tersebut masuk dalam kelompok anak
jalanan atau tidak. Jalanan yang dimaksudkan tidak hanya menunjuk pada
“jalanan” saja, melainkan juga tempat-tempat lain seperti pasar, pusat
pertokoan, taman kota, terminal dan stasiun.
Anak jalanan
dapat dikategorikan menjadi beberapa macam. Konsorsium Anak Jalanan Indonesia
(Supartono, 2004) pada tahun 1996 di Ambarita, Sumatera Utara, mengelompokkan
anak jalanan menjadi tiga kelompok, yaitu anak jalanan perantauan (mandiri),
anak bekerja di jalanan dan anak jalanan asli. Shalahuddin dalam penelitiannya
mengkategorikan anak jalanan menjadi beberapa macam diantaranya adalah anak
jalanan yang melakukan kegiatan di jalan tapi masih pulang ke rumah baik rutin
maupun tidak rutin, anak jalanan yang seluruh waktunya berada di jalanan dan
cenderung tidak memiliki hubungan dengan orang tua maupun keluarga lagi, serta
anak jalanan yang dilahirkan dari keluarga yang tinggal di jalanan
(Shalahuddin, dalam Jurnal Perempuan, 2007). Dari observasi yang di lakukan, penulis
mendapatkan sumber Sopiani dan Norhidayah Mini yang mencari nafkah dijalanan
dengan mengamen.
Namun pada hakikatnya keberadaan
anak jalanan tidak semuanya atas kehendak dari diri mereka sendiri tetapi
mereka adalah korban dari lingkungan keluarga dan lingkungan pergaulannya.
Lingkungan keluarga adalah pemicu seorang anak memilih untuk hidup dijalanan,
karena efek dari hancurnya keluarga tersebut sehingga kurangnya kasih sayang
yang diberikan orang tua kepada anak. Serta masalah perekonomian keluarga yang
kurang mencukupi sehingga memaksa seorang anak tersebut ikut membantu mencari
tambahan uang untuk keluarga. Selain itu lingkungan pergaulan juga memicu
seorang anak menjadi anak jalanan, karena teman sepergaulan dengan alasan
membantu keuangan mereka.
Keberadaan anak jalanan pada
dasarnya dapat memberikan dampak yang positif dan negatif bagi masyarakat.
Dampak positif dari keberadaan anak jalanan yaitu dengan adanya mereka sebagian
masyarakat lebih terhibur, dan bagi anak jalanan sendiri hal ini membuat mereka
lebih bisa menyalurkan hobinya, disamping itu mereka juga bisa lebih mandiri
untuk menghidupi dirinya sendiri dan tidak membebani orang tua atau tidak lagi
bergantung pada orang tua. Tapi keberadaannya tidak begitu berpengaruh karena
keberadaan mereka tidak diperlukan atau dibutuhkan dan juga tidak merugikan
masyarakat. Dampak negaatifnya, adanya anak jalanan hanya memberikan dampak
sumber daya manusia yang menurun. Dengan adanya anak jalanan juga meningkatkan
jumlah kemiskinan. Selain itu pada umunya, adanya anak jalan memicu
meningkatnya kekerasan baik itu antara sesama anak jalanan maupun anak jalanan
dengan masyarakat. Hal ini biasanya dikarenakan sistem jam kerja atau wilayah
yang tidak merata sehingga memicu pertengkaran dan berlanjut kekerasan.
Keberadaan mereka sebenarnya akan baik-baik saja apabila sistem yang ada
terorganisir atau terstruktur sehingga tindakan-tindakan kekerasan dapat
diminimalisir.
2.1 Pengaruh Lingkungan
Terhadap Prilaku Anak
Lingkungan adalah faktor yang sangat penting dalam membentuk karakter
dan prilaku seseorang. Prilaku anak jalanan selalu berada dalam situasi rentan
dalam segi perkembangan fisik, mental dan sosial. Melalui stimulasi tindakan
kekerasan terus-menerus membentuk sebuah nilai-nilai baru yang cenderung
mengedepankan kekerasan sebagai cara untuk mempertahankan hidup. Pengalaman
yang didapat individu dalam lingkungan
sekitarnya dapat mempengaruhi pembentukan sikap individu tersebut. Sikap
menurut Allport merupakan kesiapan mental, yaitu suatu proses yang berlangsung
dalam diri seseorang bersama dengan pengalaman individu masing-masing, mengarahkan
dan menentukan respons terhadap berbagai objek dan situasi. Sikap dibentuk
melalui proses belajar sosial, yaitu proses dimana individu memperoleh
informasi, tingkah laku atau sikap baru dari orang lain. Selain itu sikap
dibentuk oleh tiga komponen yaitu: komponen kognitif, berisi semua
pemikiran serta ide-ide yang berkenaan dengan objek sikap. Isi pemikiran
seseorang meliputi hal-hal yang diketahuinya sekitar objek sikap, dapat berupa
tanggapan atau keyakinan, kesan, atribusi, dan penilaian tentang objek sikap. Komponen
afektif, dari sikap meliputi perasaan atau emosi seseorang terhadap
objek sikap, dapat diketahui melalui perasaan suka atau tidak suka, senang atau
tidak senang terhadap objek sikap. Isi perasaan atau emosi pada penilaian
seseorang terhadap objek sikap inilah yang mewarnai sikap menjadi suatu
dorongan atau kekuatan/daya. Komponen prilaku, dapat diketahui
melalui respon subjek yang berkenaan dengan objek sikap. Respon yang dimaksud
dapat berupa tindakan atau perbuatan yang dapat diamati dan dapat berupa
intensi atau niat untuk melakukan perbuatan tertentu sehubungan dengan objek
sikap. Sehingga ketika memasuki usia dewasa, kemungkinan mereka akan menjadi
salah satu pelaku kekeresaan dan eksploitasi terhadap anak-anak jalanan
lainnya.
Anak jalanan dengan kerangka budayanya memiliki tindak komunikasi yang
berbeda dengan anak yang normal. Komunikasi intra budaya anak jalanan dapat
menjelaskan tentang proses, pola, prilaku, gaya dan bahasa yang mereka gunakan.
Aspek-aspek tersebut tampak manakala mereka berkomunikasi sesama teman,
keluarga, petugas keamanan dan ketertiban serta lembaga pemerintah. Dalam
melakukan aktivitas-aktivitas sosial dijalanan perlu adanya hubungan yang baik
antara individu dalam upaya mengurangi konflik /kekerasan, paksaan dan gangguan.
Interaksi sosial merupakan faktor utama dalam kehidupan sosial agar
aktivitas-aktivitas sosial dapat terjadi. Interaksi sosial tersebut adalah
hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara
orang-orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang
perorangan dengan kelompok sosial. Kurangnya penanaman kaidah- kaidah dan
nilai-nilai agama dari keluarga mengakibatkan berlangsungnya suatu proses
interaksi sosial di jalanan mendorong seseorang untuk melakukan hal-hal yang
negatif seperti tindakan-tindakan yang menyimpang. Selain itu kurangnya
kepedulian masyarakat terhadap anak jalan membuat anak jalanan tersebut menjadi
terasingkan. Karena masyarakat beranggapan anak jalan tersebut memiliki
konotasi negatif , padahal tidak semua anak jalanan tersebut berprilaku buruk. Kontruksi
makna dan peran diri itu sendiri
dibangun secara kreatif dan dinamis di dalam interaksi sosial anak dengan
orang-orang dalam lingkungan jalanan. Selanjutnya, hasil interaksi sosial
anak-anak dengan orang-orang dalam lingkungannya membentuk kontruksi makna
secara subyektif dan obyektif tentang orang dewasa, aturan dan prinsip yang
berkembang dalam konteks jalanan.
Kehidupan keras di jalanan sangat berpengaruh terhadap sikap anak-anak yang
setiap hari menghabiskan waktu di jalan. Mereka sangat sensitif dan penuh
emosi, berwatak keras karena lingkungan mereka yang keras. Umur anak-anak
jalanan berkisar 7-15 tahun sehingga mereka mudah terpengaruh. Kehidupan
jalanan yang keras membentuk sebuah
nilai-nilai baru yang cenderung mengedepankan kekerasan apapun resiko yang
muncul akan mereka hadapi. Mereka juga bertanggung jawab terhadap diri sendiri
dalam membayar uang sekolah dan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
keluarga, di jalanan mereka tanpa bimbingan orang tua sehingga menimbulkan
kemandirian yang sangat kuat. Kehidupan dijalanan sangat memperhatinkan tetapi
mereka memiliki kesabaran yang lebih istimewa di bandingkan orang-orang pada
umumnya. Anak jalanan memiliki kreatifitas yang lebih tinggi daripada anak-anak
lain yang hidup dalam lingkungan formal. Kreatifitas itu berkembang dari
kehidupan bebas yang mereka jalani setiap hari. Anak-anak jalanan tersebut
memiliki semangat hidup yang tinggi karena harus bertahan hidup dengan
lingkungan yang keras. Prilaku sosial anak jalanan kepada masyarakat yang tidak
baik seperti perubahan sikap, cara komunikasi yang kasar, memaksa, brutal, gaya
bahasa, pakaian yang tidak rapi dan rambut yang diwarnai mebuat masyarakat
tidak senang dengan anak jalanan.
2.2
Dampak Keberadaan Anak Jalanan terhadap
Lingkungan Masyarakat.
Keberadaan anak jalanan
sebagai salah satu masalah sosial yang ada menimbulkan berbagai macam masalah.
Dampak negatif yang ditimbulkan dari keberadaan anak jalanan, antara lain:
a.
Menjamurnya
benih-benih premanisme.
b. Terganggunya kenyaman pemakai jalan raya.
c. Mengganggu
keindahan dan ketertiban kota.
d. Mengundang
pola urbanisasi yang tinggi, serta
e. Mendorong tindakan-tindakan kriminal di jalan
raya.
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan
melakukan wawancara dengan beberapa individu. Dibawah ini merupakan pendapat
masyarakat tentang anak jalanan dan dampak yang ditimbulkan oleh anak jalanan.
Adi: Menurut saya anak jalanan tidak berpengaruh terhadap kita dan juga dengan adanya anak jalanan menambah tingkat kriminalitas di masyarkat, pemeliharaan anak jalanan harus lebih maksimal agar mereka tidak kemblai ke jalan lagi.
Adi: Menurut saya anak jalanan tidak berpengaruh terhadap kita dan juga dengan adanya anak jalanan menambah tingkat kriminalitas di masyarkat, pemeliharaan anak jalanan harus lebih maksimal agar mereka tidak kemblai ke jalan lagi.
Agusti: Kalau
menurut saya keberadaan anak jalanan itu sangat mengganggu masayarakat. Seharusnya anak jalanan itu mengikuti
anjuran dari pemerintah, misal menerima keterampilan yang diberikan oleh
pemerintah. Ataupun mereka mempunyai keinginan untuk mengeyam pendidikan
walaupun tudak sampai sempurna. Sehingga mereka bisa mngubah kehidupan mereka kedepannya.
Andri:
Adanya anak jalanan menimbulkan dampak yang dapat menggangu perjalanan kita,
tapi disisi lain mereka melakukan hal tersebut untuk memenuhi kkebutuhannya.
Dewi: Menurut
saya, keberadaan anak jalanan berdampak negatif untuk masyarakat karena
menggangu konsentrasi orang dijalan yang dapat mengakibatkan terjadinya
kecelakaan.
Elda: Anak jalanan tidak dibutuhkan dalam
kehidupan bermasyarakat namun seringkali anak jalanan merupakan korban dari
buruknya ekonomi keluarganya dan keluarga yang broken home.
Ida: Adanya anak jalanan memiliki dampak
tersendiri seperti terganggunya lalulintas serta menggangu pemandangan kota.
Lisa: Menurut saya, anak jalanan itu mempunyai
dampak tersendiri, kalau diliha dari sebelah mata anak jalanan itu sangat
menggangu jalur lalulintas dan bisa membuat konsentrasi seseorang pengemudi
menjadi buyar serta tidak nyaman.
Mona: Saya tidak setuju dengan adanya anak jalanan, karena anak jalanan sangat mengganggu masyarakat.
Mona: Saya tidak setuju dengan adanya anak jalanan, karena anak jalanan sangat mengganggu masyarakat.
Reny: Keberadaan anak
jalanan itu bukan sepebuhnya kesalahan pemerintah yang kurang menyikapi tentang
anak jalanan itu. Karena pemerintah sendiri sebenarnya sudah meberikan wadah
untuk anak-anak yang kurang beruntung dalam hal ekonomi seperti anak jalanan,
pemerintah pun juga sudah mengadakan program sekolah gratis hingga 9 tahun.
Tetapi mereka merasa kebijakan itu kutang menjamin, sehingga mereka tetap di
jalanan.
Salam:
Saya tidak setuju dengan adanya anak jalanan karena dengan adnaya anak
jalanan tingkat kriminalitas juga semakin besar seperti perdagangan manusia dan
lain-lain. Dan sama saja mendidik anak jalanan menjadi lebih malas karena
mengandalkan orang lain.
Wasil: Menurut saya ada dan tidaknya anak jalanan
tidak mmeberikan pengaruh bagi keidupan kita. Karena keberadaan mereka hanya
untuk memberikan keuntungan bagi mereka sendiri dan harapan saya mereka
diberikan wadah atau tempat yang layak untuk mendapatkan hal-hal yang dimiliki
anak lain pada umunya.
Zakir: Menurut saya tidak setuju karena dengan adanya
anka jalanan tidak mmepengaruhi kehidupan kita anak jalanan timbul dari faktor
keluarganya sendiri yang mempunyai ekonomi yang rendah sehingga dia terpaksa
turun ke jalan untuk memenuhi kebutuhannya.
2.3 Solusi yang Dapat Dilakukan untuk Mengurangi
Keberadaan Anak Jalanan
Dalam usaha untuk mengurangi
keberadaan anak jalanan, peran serta semua pihak sangat dibutuhkan. Meskipun
peran pemerintah sangat berpengaruh, peran masyarakat, terutama orang tua, juga
berperan penting.
a.
Peran Orang tua
Dilihat dari faktor-faktor
yang menyebabkan seorang anak menjadi anak jalanan, faktor ekonomi keluarga dan
kurangnya kasih sayang yang diberikan oleh orang tua yang meyebabkan anak
tersebut menjadi anak jalanan sehingga peran orang tua dalam masalah ini perlu
dilibatkan. Orang tua perlu memberikan pemahaman lebih berupa pendidikan moral
kepada sang anak agar mereka tidak mengikuti orang tua mereka untuk mencari
nafkah, karena sejatinya tugas mencari nafkah adalah tugas orang tua bukan
tugas seorang anak. Orang tua juga perlu lebih memerhatikan anak mereka, agar
sang anak tidak merasa kekurangan kasih sayang dan perhatian.
b. Peran Masyarakat
Masyarakat
sebagai salah satu aspek utama dalam kehidupan masyarakat, seharuusnya tidak
menganggap remeh keberadaan anak jalanan
yang berada di sekitar mereka. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
oleh masyarakatt untuk dapat membantu
mengurangi keberadaan anakk jalanan, dengan menampung anak-anak jalanan
tersebut dalam sebuah lembaga atau tempat yang dapat memberikan mereka
pendidikan.
c. Peran Pemerintah
Peran pemerintah yang pertama: harus memikirkan tempat tinggal yang layak bagi anak
jalanan. Rumah singgah misalnya, di mana mereka merasa aman dan mendapat
perlindungan. Peran Pemerintah yang kedua,
yaitu: Program orang tua asuh. Anak dapat merasakan bagaimana kasih sayang
orang tua asuh yang mungkin tidak pernah dirasakan dikeluarganya sendiri.
Mendapatkan penghidupan yang layak dan perlindungan yang tidak mereka dapatkan
dijalanan. Hal ini penting, karena berbicara anak jalanan berarti berbicara di
mana mereka tinggal untuk mendapatkan perlindungan, baik dari faktor alam
(panas dan hujan) maupun faktor manusia sendiri (orang dewasa yang melakukan
tundak kekerasan). Membuat kegiatan-kegiatan yang mengikutsertakan partisipasi
anak secara rutin. Hal ini dimaksudkan untuk mengisi waktu luang anak sehingga
tidak mudah terjerumus pada hal-hal yang tidak diinginkan, seperti beraktivitas
di jalanan untuk mencari uang. Tentunya kegiatan tersebut diarahkan pada perkembangan
mental anak yang cenderung untuk belajar dan bermain di usianya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Walaupun
pengertian anak jalanan memiliki konotasi yang negatif, alasan menjadi anak jalanan yaitu melihat orang terdekatnya melakukan aktivitas di jalan, adanya paksaan dari orang tua, keinginan untuk mandiri secara
ekonomi dari orang tua. Tujuannya
menjadi anak jalanan yaitu untuk memenuhi
kebutuhan fisik seperti makan, minum dan
jajan memenuhi kebutuhan fisik keluarga. karena pekerjaanya maka mereka tidak
dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik secara jasmani, rohani dan
intelektualnya. Kedua subjek observasi memiliki latar belakang
yang berbeda, memiliki aspirasi yang berbeda pula. Satu subjek di antaranya
memiliki aspirasi yang menonjol di bidang Kesenian, sedangkan
satu subjek yang lainnya memiliki aspirasi yang menonjol di bidang Hukum. kesamaannya, dua subjek dari observasi ini memiliki aspirasi yang bersifat realistis, yaitu aspirasi pendidikan dan aspirasi pekerjaan, serta
harapan-harapan yang pada intinya menginginkan kehidupan yang lebih baik
daripada kehidupan di jalanan.
3.2
Saran
Untuk menyelesaikan masalah anak jalanan, kita berharap
bahwa Negara mempunyai kewajiban untuk membebaskan mereka dari kemiskinan.
kemiskinan jangan dipakai sebagai kambing hitam, tetapi kemiskinan structural,
tindakan-tindakan Negara yang harus melindungi mereka baik itu di jalanan,
melindungi mereka dari hak-hak mereka mendapat akses pendidikan dan sebagainya.
Sebagai orang tua hendaknya lebih
memperhatikan kebutuhan anak akan kasih sayang dan perhatian, dan bukan
semata-mata mengutamakan kebutuhan ekonomi. Orang tua diharapkan lebih
memperhatikan hak anak yang meliputi kebutuhan-kebutuhan anak akan
perlindungan, kasih sayang, ruang untuk berkreasi dan bermain, serta ruang
untuk berpendapat dan menentukan pilihan sendiri. Orang tua sebagai pendidik
utama dalam keluarga hendaknya mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut
tanpa mengeksploitasi atau mengabaikan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Kartono, K. 1996. Pengantar
Metodologi Riset Sosial, Bandung: Mandar Maju.
Sarwono, Sarito W dan Meinarno, Eko A,. 2009.
Pengantar Psikologi Sosial, Jakarta:
Salemba Humanika.
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soetomo. 2008.
Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Internet:
http://pokerpelangi1131.blogspot.com/2017/11/yukkk-segera-bergabung.html
ReplyDeletehttp://hokipelangi.blogspot.com/2017/11/pagi-harii-membagi-rezeki.html