BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut paham behaviorisme, belajar
merupakan suatu perubahan prilaku yang dapat dilihat oleh mata dan dipengaruhi
oleh adanya stimulus dan respons. Di
lain pihak, ahli teori belajar koqnitif memandang bahwa belajar bukan
semata-mata proses perubahan tingkah laku yang tampak, melainkan sesuatu yang
kompleks yang sangat dipengaruhi oleh kondisi mental siswa yang tidak tampak.
Oleh karenanya, dalam pembelajaran dikelas seorang guru perlu memperhatikan
kondisi siswa yang berhubungan dengan persepsi, perhatian, motivasi, dan
lain-lain.
Bagaimana menerapkan teori belajar
kognitif dalam pembelajaran? Bila diamati, sistem pembelajaran yang berlaku saat
ini banyak dipengaruhi oleh prinsip-prinsip belajar yang diturunkan dari teori
belajar kognitif. Prinsip-prinsip belajar tersebut adalah model “belajar
penemuan” dari Burner, “belajar bermakna” dari Ausubel, teori “perkembangan
berpikir” dari Piaget, model “peristiwa pembelajaran” dari Robert Gagne, dan
“belajar sosial” dari Bandura. Teori-teori ini berorientasi pada bagimana
membuat belajar menjadi bagaimana.
Sehubungan dengan itu agar seorang
guru dapat menyiapkan pembelajaran yang efektif dan efisien, serta dapat
memecahkan berbagai permasalahan pembelajaran di kelasnya sesuai dengan
prinsip-prinsip belajar maka mereka perlu mempelajari teori kognitif ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
pada rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, penulisan makalah ini
memiliki 5 (lima) rumusan masalah.
Yaitu:
1.
Apa yang dimaksud dengan belajar menurut teori kognitif?
2.
Bagaimana Teori Perkembangan Piaget?
3.
Bagaimana Teori Belajar menurut Bruner?
4.
Bagaimana Teori Belajar Bermakna Ausubel?
5.
Bagaiman Aplikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah yang telah disebutkan di atas penulisan makalah ini memiliki
tujuan yaitu untuk mengkaji hakikat belajar menurut teori kognitif dan
penerapan teori kognitif dalam kegiatan pembelajaran.
D. Manfaat Penulisan
Jika
penulisan makalah ini dapat diterapkan, maka diharapkan dapat memberikan
manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Manfaat Teoritis
Dari
hasil penulisan makalah ini diharapkan guru dapat menyiapkan pembelajaran yang
efektif dan efisien, serta dapat memecahkan berbagai permasalahan pembelajaran
di kelasnya sesuai dengan prinsip-prinsip belajar maka mereka perlu mempelajari
teori kognitif ini.
2. Manfaat Praktis
Penulisan
makalah ini memiliki manfaat baik untuk guru, maupun calon guru. Manfaat
tersebut sebagai berikut;
a.
Dapat mengetahui prinsip dasar dan tujuan teori belajar kognitif
b.
Dapat mengetahui pandangan teori belajar kognitif tentang belajar
c.
Dapat mengetahui model teori belajar Bruner
d.
Dapat mengetahui prinsipbelajar model Ausubel
e.
Dapat mengetahui dan mengklasifikasikan dimensi belajar menurut Ausubel
f.
Dapat mengetahui hakikat dan kapasitas belajar menurut Robert Gagne
g.
Dapat mengetahui ragam dan fase-fase belajar menurut Gagne
h.
Dapat mengetahui Sembilan peristiwa pembelajaran menurut Gagne
i.
Dapat mengetahui teori “perkembangan intelektual” Jean piaget
j.
Dapat mengetahui hakikat pengetahuan dengan cara membentuknya.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Belajar Menurut Teori
kognitif
Teori
belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik. Teori belajar
kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para
penganut aliran kognitif mengatakan
bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon.
Tidak seperti model belajar behavioristik yang mempelajari proses belajar hanya
sebagai hubungan stimulus-respon, model belajar kognitif merupakan bentuk suatu
teoribelajar yang sering disebut sebagai model perceptual. Model belajar
kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta
pemahamannya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahanan yang tidak
selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.
Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari
suatu situasi saling berhubungan dengan konteks situasi tersebut.
Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi
komponen-komponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah,
akan kehilangan makna. Teori ini berpandangan bahwabelajar merupakan
suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi,
emosi dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang
melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi
antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya
dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran
seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Teori
belajar kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur
kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus
yang datang dari luar. Aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada
proses internal berfikir, yakni proses pengolahan informasi.
Teori belajar kognirif menentang
aliran behaviorisme karena pandanganaliran behavior ini bersifat molekuler,
memandang tingkah laku sebagai hasil dari ikatan stimulus-respons saja sehingga
tidak dapat menggambarkan proses mental yang terjadi. Semua pendekatan dari
teori belajar prilaku tampaknya kurang mengindahkan proses-proses mental yang
terjadi selama belajar sperti persepsi siswa, pemahaman, dan kognisi dari
hubungan esensial antara unsure-unsur yang terjadi dalam belajar. Di lain
pihak, teori kognitif menekankan pada apa yang terjadi dalam diri individu itu
sendiri dalam menganalisis stimulus sampai dengan munculya respons. Teori
kognitif menggambarkan bagaimana seseorang mencapai pemahaman atas dirinya
sendiri serta lingkungan sekitarnya dalam suatu situasi dan bagaimana struktur
kognitif terbentuk.
Perbedan pandangan kedua teori ini
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Teori
Kognitif Menekankan pada Fungsi-fungsi Psikologis
Pada umumnya teori behaviorisme
cendrung menjelaskan karakter suatu aktifitas dari segi fisiknya saja dan
mengabaikan pengaruh psikologis artinya adanya kecocokan atau sejiwa dengan
logika/pengetahuannya, sedangkan ahli teori kognitif memperhatikan dunia
sekeliling dari sudut siswa. Ia memperhatikan fungsi-fungsi psikologis(proses mental),
hubungan dan kejadian yang saling mempengaruhi yang berbeda dengan obyek
fisiknya. Selain itu psikologis kognitif memperhatikan pula sistem saraf.
2) Teori
Kognitif Berfokus pada Situasi Saat Ini
Teori
perilaku dan apersepsi menggunakan pendekatan sejarah, yaitu masa lalu orang
lain untuk mempelajari perilaku manusia dan motivasinya, kemudian memprediksi
masa depannya, sedangkan pendekatan yang digunakan psikologi kognitif adalah situasi atau sejarah
masa kini manusia untuk mempelajari keadaan individu pada saat ini untuk
kemudian memprediksi masa depannya. Ciri penting teori belajar kognitif adalah
selalu diawali dari suatu diskripsi mengenai situasi saat itu secara
keseluruhan dan berlanjut ke analisis rinci dari segala aspek situasi. Ide yang
harus dipertahankan adalah bahwa tidak ada dua konsep atau lebih yang terpisah
secara tersendiri tetapi segala hal selalu bergantung kepada sesuatu hal yang
lain. Kekinian bisa berarti saat ini. Ruang kehiupan adalah suatu konsep yang
berisi segala hal yang berkaitan dengan jiwa yang melingkupi jiwa seseorang
pada suatu waktu tertentu.
3) Berinteraksinya
Orang dengan Lingkungan
Dalam
teori kognitif terjadi interaksi antara manusia dan lingkungannya secara simultan
dan saling membutuhkan. Masing-masing tidak terpisahkan, tetapi saling
berkaitan. Interaksi adalah proses kognitif dimana di dalamnya seseorang secara
psikologi, dan simultan memahami lingkungannya dan menemukan beberapa hal yang
bermakna. Selanjutnya, orang tersebut akan menghubungkan pemahaman yang
diperolehnya dengan dirinya, berbuat sesuatu atas pemahamannya itu sesuai
dengan dirinya dan menyadari konsekuensi dari proses tersebut secara
keseluruhan.
Berdasarkan
berbagai pandangan di atas maka prinsip-prinsip dasar teori belajar kognitif
dapat dirumuskan sebagai berikut;
1. Belajar
merupakan peristiwa mental yang berhubungan dengan berpikir, perhatian,
persepsi, pemecahan masalah dan kesadaran.
2. Sehubungan
dengan pembelajaran, teori belajar perilaku dan kognitif pada akhirnya sepakat
bahwa guru harus memperhatikan prilaku siswa yang tampak seperti penyelesaian
tugas rumah, hasil test, disamping itu juga harus memperhatikan factor manusia
dan lingkungan psikologisnya.
3. Ahli
kognitif percaya bahwa kemampuan berpikir orang tidak sama dan tidak tetap dari
waktu ke waktu.
2. Teori Perkembangan Piaget
Menurut Piaget (Uno, 2006:
10-11), proses belajar sebenarnya
terjadi dari tiga tahapan, yaitu asimilasi, akomodasi, dan
ekuilibrasi(penyeimbangan). Piaget berpendapat bahwa proses belajar harus
disesuaikan dengan tahapan perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Tahapan
tersebut dibagi menjadi empat tahap, yaitu tahap sensor motor, tahap
pra-oprasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal. Piaget
adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap
perkembangan pemikiran para pakarkognitif lainnya. Menurut piaget, perkembangan
kognitif merupakan suatu proses genetic, yaitu suatu proses yang didasarkan
atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya
umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin
meningkat pula kemampuannya. Ketika
individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis dengan
lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif
didalam struktur kognitifnya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif
sebagai sesuatu yang dapat didefenisikan secara kualitatif. Ia menyimpulkan
bahwa daya piker atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula
secara kualitatif.
Bagaimana seseorang memperoleh
kecakapan intelektual, pada umumnya akan berhubungan dengan proses mencari
keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan mereka ketahui pada suatu sisi
dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena baru sebagai pengalaman atau
persoalan. Bila seseorang dalam kondisi sekarang dapat mengatasi situasi baru,
keseimbangan mereka tidak akan terganggu. Jika tidak, ia harus melakukan
adaptasi dengan lingkungannya.
Proses adaptasi mempunyai dua bentuk
dan terjadi secara simultan, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah
proses perubahan struktur kognitif yang ada sekarang, sementara akomodasi
adalah proses perubahan structure kognitif sehingga dapat dipahami. Dengan katalain,
apabila individu menerima informasi atau pengalaman baru maka informasi
tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif yang telah
dipunyainya. Proses ini disebut asimilasi. Sebaliknya, apabila struktur
kognitif yang sudah dimilikinya yang harus disesuaikan dengan informasi yang
diterima, maka hal ini disebut akomodasi.
Asimilasi dan Akomodasi akan terjadi
apabila seseorang mengalami konflik kognitif atau suatu ketidak seimbangan
antara apa yang telah diketahui dengan apa yang dilihat atau dialaminya
sekarang. Proses ini akan mempengaruhi strutur kognitif.Menurut Peaget, proses
balajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan
ekuelibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi merupakan proses pengentegrasian
atau penyatuan informasi baru kedalam struktur kognitif yang telah dimiliki
oleh individu. Proses akomodasi merupakan proses penyesuasaian struktur
kognitif kedalam situasi yang baru. Sedangkan proses ekuelibrasi adalah
peynesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Sebagai contoh,
seorang anak sudah memahami prinsip pengurangan. ketika mempelajari prinsip
pembagian, maka terjadi proses pengintegrasian antara prinsip pengurangan yang
sudah dikuasainya dengan prinsip pembagian (informasi baru). Inilah yang
disebut proses asimilasi. Jika anak
tersebut diberikan soal-soal pembagian, maka situasi ini disebut akomodasi. artinya, anak tersebut sudah
dapat mengaflikasikan atau memakai prinsip-prinsip pembagian dalam situasi yang
baru dan spesifik.
Agar Seseorang dapat terus mengembangkan
dan menambah pengetahuannya sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya,
maka diperlukan proses penyeimbangan.
Proses penyeimbangan yaitu menyeimbangkan antara lingkungan luar dengan
struktur kognitif yang ada dalam dirinya. Proses inilah yang disebut ekuelibrasi. Tanpa proses ekuelibrasi,
perkembangan kognitif seseorang akan mengalami gangguan dan tidak teratur(Disorganized).Hal ini misalnya tampak
pada caranya berbicara yang tidak runtut, berbelit-belit, terputus-putus, tidak
logis, dan sebagainya. Adaptasi akan terjadi jika telah terdapat keseimbangan
didalam struktur kognitif.
Sebagaimana dijelaskan diatas, proses
asimilasi dan akomodasi memepengaruhi struktur kognitif. Perubahan struktur
kognitif merupakan fungsi dari pengalaman, dan kedewasaan anak terjadi melalui
tahap-tahap perkembangan tertentu. Menurut Peaget, proses belajar seseorang
akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya. Pola
dan Tahap-tahap ini bersifat hirarhkis, artinya harus dlalui berdasarkan urutan
tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berada diluar tahap
kognitifnya. Peaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat
yaitu;
a.
Sensorimotor
(Umur 0-2) tahun
Pertumbuhan
kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana.
Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi
langkah.
Kemampuan
yang dimilikinya antara lain:
1) Melihat
dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan objek disekitarnya.
2) Mencari
rangsangan melalui sinar lampu dan suara.
3) Suka
memperhatikan sesuatu lebih lama.
4) Medefinisikan
sesuatu dengan memanipulasinya.
5) Memperhatikan
objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.
b.
Tahap
preoperasional (Umur 2-7/8 tahun)
Ciri
pokok perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan symbol atau bahasa
tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini dibagi menjadi
dua, yaitu preorerasional dan intuitif.
Preoperasional
(Umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan
konsepnya,walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan dalam
memahami objek.
Karakteristik
tahap ini adalah:
1) Self counter
nya sangat menonjol.
2) Dapat
mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok.
3) Tidak
mampu memusatkan perhatian pada objek-objek yang berbeda.
4) Mampu
mengumpulkan barang-barang menurut kriteria, termasuk kriteria yang benar.
5) Dapat
menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan perbedaan
antara deretan.
Tahap
intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun), anak telah dapat memperoleh pengetahuan
berdasarkan pada kesan yang agak abstraks.Dalam menarik kesimpulan sering tidak
diungkapkan dengan kata-kata.Oleh sebab itu,pada usia ini anak telah dapat mengungkapkan
isi hatinya secara simbolik terutama bagi mereka yang memiliki pengalaman yang
luas.
Karakteristik
tahap ini adalah:
1) Anak
dapat membentuk kelas-kelas atau kategori objek,tetapi kurang disadarinya.
2) Anak
mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap
hal-hal yang lebih kompleks.
3) Anak
dapat melakukan sesuatu terhadap sejumlah ide.
4) Anak
mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar. Dia mengerti terhadap sejumlah
objekyang teratur dan cara mengelompokkannya. Anak kekekalan masa pada usia 5
tahun, kekekalan berat pada usia 6 tahun, dan kekekalan volume pada usia 7
tahun. Anak memahami bahwa jumlah objek adalah tetap sama meskipun objek itu
dikelompokkan dengan cara yang berbeda.
c.
Tahap
Operasional Konkret (Umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun)
Ciri
pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan
aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan
kekekalan. Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya
dengan benda-benda yang bersifat konkret.Operation
adalah suatu tipe tindakan untuk memenipulasi objek atau gambaran yang ada di
dalam dirinya. Karena kegiatan ini memerlukan proses tranformasi infpormasi
kedalam dirinya sehingga tindakannya lebih efektif. Anak sudah tidak perlu
coba-coba dan membuat kesalahan, karena anak sudah dapat berfikir dengan
menggunakan model “kemungkinan” dalam melakukan kegiatan tertentu. Ia dapat
menggunakan hasil yang telah dicapai sebelumnnya. Anak mampu menangani sistem
klasifikasi.
Namun
sungguhpun anak telah dapat melakukan pengklasifikasian, pengelompokan dan
pengaturan masalah (Ordering problems)
ia tidak sepenuhnya menyadari adanya prinsip-prinsip yang terkandung di
dalamnya. Namun taraf berfikirnya sudah dapat dikatakan maju. Anak sudah tidak
dapat memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif. Untuk menghindari
keterbatasan berfikir anak perlu diberi gambaran konkret, sehingga ia mampu
menelaah persoalan. Sungguhpun demikian anak usia 7-12 tahun masih memiliki
masalah mengenai berfikir abstrak.
d.
Tahap
operasional formal (umur 11/12-18 tahun)
Ciri
pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berfikir abstrak dan
logis dengan menggunakan pola berfikir “kemungkinan”. Model berfikir ilmiah
dengan tipe hipothetico-deductive dan
inductive sudah mulai dimiliki anak,
dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa.
Pada
Tahap ini kondisi berfikir anak sudah dapat:
1) Bekerja
secara efektif dan sistematis.
2) Menganalisis
secara kombinasi.
3) Berfikir
secara proporsional.
4) Menarik
Generalisasi secara mendasar pada satu macam isi. Pada tahap ini peaget percaya
bahwa sebagian remaja mencapai formal
operation paling lambat pada usia 15 tahun.Tetapi berdasarkan penelitian
maupun studi selanjutnya menemukan bahwa banyak siswa bahkan mahasiswa walaupun
usia telah melampaui, belum dapat melakukan formal-operation.
Proses belajar yang dialami seorang anak
pada tahap sensorimotor tentu akan berbeda dengan proses belajar yang dialami
oleh seorang anak pada tahap preopersional, dan akan berbeda pula dengan mereka
yang sudah berada pada tahap operasional konkret, bahkan dengan mereka yang
sudah berada pada tahap operasional formal. Secara umum, semakin tinggi tahap
perkembangan kognitif seorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara
berfikirnya.
3.
Teori Belajar Menurut Bruner
Jerome Bruner (1966) adalah seorang
pengikut setia teori kognitif, khususnya dalam studi perkembangan fungsi kognitif.
Ia menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut:
a. Perkembangan
intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan.
b. Peningkatan
pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara
realis.
c. Perkembangan
intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri pada orang lain melalui kata-kata atau
lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini
berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri.
d. Interaksi
secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan
bagi perkembangan kognitifnya.
e.
Bahasa adalah kunci perkembanagn
kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia.
f. Perkembangan
kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif
secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang
berurutan dalam berbagai situasi.
Dalam
memendang proses belajar ,Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap
tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut free discovery learning, ia mengatakan bahwa proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan suatu konsep,teori, aturan, atau pemehaman melaui contoh-contoh
yang ia jumpai dalam kehidupannya.Jika Peaget menyatakan bahwa perkembangan
kognitif sangat berpengaruh terhadap perkembanagn bahasa seseorang, maka bruner
menyatakan bahwa perkembangan bahasa besar pengaruhnya terhadap perkembangan
kognitif.
Menurut
Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melaui tiga tahap yang
ditentukan oleh caranya melihat lingkungan,yaitu: enactive, iconic dan symbolic.
1)
Tahap enaktif,seseorang melakukan
aktifitas-aktifitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya.
Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik.
Misalnya, melalui gigitan, sentuhan,
pegangan, dan sebagainya.
2)
Tahan ekonik, seseorang memahami
objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.
Maksudnya dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk
perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).
3)
Tahap Simbolik, seseorang telah mampu
memiliki ide-ide atau gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya
dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar
melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya. Semakin
matang seseorang dalam proses berfikirnya, semakin dominan sistem simbolnya.
Menurut
Bruner, perkembangan kognitif seseorang
dapat ditingkatkan dengan cara menyusun
materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang
tersebut. Pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan
mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berfikir yang berbeda pula.
Menurut
Bruner, kegiatan mengkategori memiliki dua komponen yaitu: 1) tindakan
pembentukan konsep, dan 2) tindakan pemahaman konsep. Artinya, langkah pertama
adalah pembentukan konsep, kemudian baru
pemahaman konsep. Perbedaan antara keduanya adalah:
1)
Tujuan dan tekanan dari kedua bentuk
perilaku mengkategori ini berbeda.
2)
Langkah-langkah dari kedua proses
berfikir tidak sama.
3)
Kedua proses mental membutuhkan strategi
mengajar yang berbeda.
Bruner
memandang bahwa suatu konsep memiliki 5 unsur, dan seseorang dikatakan memahami
suatu konsep apabila ai mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi;
1) Nama
2) Contoh-contoh
baik yang positif maupun yang negatif
3) Karakteristik,
baik yang pokok maupun tidak.
4) Rentangan
karakteristik
5) Kaidah
Menurut
Bruner, pembelajaran yang selama ini diberikan disekolah lebih banyak
menekankan pada perkembangan kemampuan analisis, kurang mengembangkan kemampuan
berfikir intuitif. Padahal berfikir intuitif sangan penting bagi mereka yang
menggeluti bidang matematika, biologi, fisika dan sebagainya, sebab setiap
disiplin mempunyai konsep-konsep, prinsip dan prosedur yang harus dipahami
sebelum seseorang dapat belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami
konsep, arti, dan hubungan,
melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (discovery learning).
4. Teori
belajar Bermakna Ausubel
Teori-teori belajar yang ada selama
ini masih banyak menekankan pada belajar asosiatif atau belajar menghafal. Belajar demikian
tidak banyak bermakna bagi siswa. Belajar seharusnya merupakan asimilasi yang
bermakna bagi siswa. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki siswa dalam bentuk struktur kognitif.
Struktur kognitif merupakan struktur
organisasional yang ada dalam ingatan seseorang yang mengintegrasikan
unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah kedalam suatu unit konseptual.
Teori kognitif banyak memusatkan perhatiannya pada konsepsi bahwa perolehan dan
retensi pengetahuan baru merupakan fungsi dari struktur kognitif yang telah
dimiliki siswa. Yang paling awal mengemukakan konsep ini adalah Ausubel.
Dikatakan bahwa pengetahuan
diorganisasi dalam ingatan seseorang dalam struktur hirarkis. Ini berarti bahwa
pengetahuan yang lebih umum, inklusif, dan abstrak membawahi pengetahuan yang
lebih spesifik dan konkret. Demikian juga pengetahuan yang lebih umum dan
abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh seseorang, akan dapat memudahkan
perolehan pengetahuan baru yang lebih rinci yang sering disebut sebagai subsumptive sequence menjadikan belajar
lebih bermakna bagi siswa.
Advance
organizers yang juga dikembangkan oleh Ausubel merupakan penerapan konsepsi
tentang struktur kognitif didalam merancang pembelajaran . Penggunaan advance organizers sebagai kerangka isi
akan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari informasi baru, karena merupakan kerangka dalam bentuk
abstraksi atau ringkasan konsep-konsep dasar tentang apa yang dipelajari, dan
hubungannya dengan materi yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Jika
ditata dengan baik, advance organizers
akan memudahkan siswa mempelajari materi pembelajaran yang baru, serta
hubungannya dengan materi yang telah dipelajarinya.
Berdasarkan pada konsepsi organisasi
kognitif seperti yang dikemukakan oleh Ausubel tersebut, dikembangkan lah oleh
para pakar teori kognitif suatu model yang lebih eksplisit yang disebut dengan
skemata. Sebagai struktur organisasional, skemata berfungsi untuk
mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah, atau sebagai
tempat untuk mengaitkan pengetahuan baru. Atau dapat dikatakan bahwa skemata
memiliki fungsi ganda yaitu:
1) Sebagai
skema yang menggambarkan atau merepresentasikan organisasi
pengetahuan.Seseorang yang ahli dalam suatu bidang tertentu akan dapat
digambarkan dalam skemata yang dimilikinya.
2) Sebagai
kerangka atau tempat untuk mengkaitkan atau mencantolkan pengetahuan baru.
Skemata
memiliki fungsi asimilatif. Artinya, bahwa skemata berfungsi untuk
mengasimilasikan pengetahuan baru kedalam hirarhki pengetahuan, yang secara
progresif lebih rinci dan spesifik dalam struktur kognitif seseorang. Inilah
proses belajar yang paling dasar yaitu mengasimilasikan pengetahuan baru
kedalam skemata yang tersusun secara hierarkhis.Struktur kognitif yang dimiliki
individu menjadi faktor utama yang mempengaruhi kebermaknaan dari perolehan
pengetahuan baru. Dengan kata lain,skemata yang telah dimiliki oleh seseorang
menjadi penentu utama terhadap pengetahuan apa yang akan dipelajari oleh orang
tersebut.Oleh sebab itu maka diperlukan adanya upaya untuk mengorganisasi isi
atau materi pelajaran serta penataan kondisi pembelajaran agar dapat memudahkan
proses asimilasi pengetahuan baru kedalam struktur kognitif orang yang belajar.
Mendasarkan
pada konsepsi diatas, Mayer (dalam Degeng,1993) menggunakan pengurutan
similatif untuk mengorganisasi pembelajaran, yaitu dengan mulai menyajikan
informasi-informasi yang sangat umum dan inklusif menuju ke informasi-informasi
yang khusus dan spesifik.Penyajian informasi pada tingkat umum dapat berperan
sebagai kerangka isi bagi informasi-informasiyang lebih rinci.
Reigeluth
dan Stien (1983) mengatakan bahwa skemata dapat dimodifikasi oleh pengetahuan
baru sedemikian rupa sehingga menghasilkan makna baru. Anderson (1980) dan
Tennyson (1989) mengatakan bahwa pengetahuan yang telah dimiliki individu
selanjutnya berfungsi sebagai dasar pengetahuan bagi masing-masing individu.
Konsepsi
dasar mengenai struktur kognitif inilah yang dijadikan landasan teoretik dalam
mengembangkan teori-teori pembelajaran.Beberapa pemikiran kearah penataan isi
bidang studi atau materi pelajaran sebagai strategi pengorganisasian isi
pembelajaran yang berpijak pada teori kognitif ,dikemukakan secara singkat
sebagai berikut (Degeng, 1989):
a.
Hirarkhi
belajar
Gagne menekankan
kajiannya pada aspek penataan urutan materi pelajaran dengan memunculkan
gagasan mengenai prasyarat belajar,yang dituangkan dalam suatu struktur isi
yang disebut hirarhki belajar.Keterkaitkan diantara bagian-bagian bidang studi
yang dituangkan dalam bentuk prasyarat belajar, berarti bahwa pengetahuan tertentu harus dikuasai lebih dahulu sebelum
pengetahuan yanglain dapat dipelajari.
b.
Analisis
tugas
Cara lain yang dipakai
untuk menunjukkan keterkaitan isi bidang studi adalah information-processing approach to task analysis.Tipe hubungan
prosedural ini memberikan urutan dalam menampilkan tugas-tugas belajar.Hubungan
prosedural menunjukkan bahwa seseorang dapat saja mempelajari langkah terakhir
dari suatu prosedur pertama kali,tetapi dalam unjuk kerja ia tidak dapat mulai
dari langkah yang terakhir.
c. Subsumptive sequence
Ausubel mengemukakan
gagasannya mengenai cara membuat urutan isi pengajaran yang dapat menjadikan
pengajaran lebih bermakna bagi yang belajar.Ia menggunakan urutan umum kerinci
atau subsumptive sequence sebagai
strategi utama untuk mengorganisasi pengajaran.Perolehan belajar dan retensi
akan dapat ditingkatkan bila pengetahuan baru diasimilasikan dengan pengetahuan
yang sudah ada,
d.
Kurikulum spiral
Gagasan tentang
kurikulum spiral yang dikemukakan oleh bruner dilakukan dengan cara mengurutkan
pengajaran.
e. Teori skema
Teori skema juga
menggunakan urutan umum ke rinci.Teori ini memendang bahwa proses belajar
sebagai perolehan pengatuan baru dalam diri seseorang dengan cara
mengkaitkannya dengan struktur kognitif yang baru,merupakan integrasi antara
pengetahuan yang lama dengan yang baru.
f.
Webteaching
Webteaching yang
dikemukakan Norman,merupakan suatu prosedur menata urutan isi bidang studi yang
dikembangkan dengan menampilkan pentingnya peranan struktur pengetahuan yang
telah dimiliki oleh seseorang, dan struktur isi bidang studi yang akan
dipelajari.
g. Teori Elaborasi
Teori elaborasi
mengintegrasikan sejumlah pengetahuan tentang strategi penataan isi pelajaran
yang sudah ada, untuk menciptakan model yang komprehensif tentang cara
mengorganisasi pengajaran pada tingkat makro.
5.
Aplikasi
Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran
Dalam
merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan
pembelajaran,tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan
behavioristik.Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar
amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa.Sedangkan kegiatan
pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Siswa bukan sebagai orang dewasa yang
muda dalam proses berfikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melaui
tahap-tahap tertentu.
2.
Anak usia pra sekolah dan awal sekolah
dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda
konkrit.
3.
Keterlibatan siswa secara aktif dalam
belajar amat dipentingkan,karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses
asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4.
Untuk menarik minat dan meningkatkan
resensi belajar perlu mengaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur
kognitif yang telah dimiliki si pelajar.
5.
Pemahaman dan retensi akan meningkat
jika materi pelajaran disusun denganmenggunakan pola atau logika tertentu,dari
sederhana ke kompleks.
6.
Belajar memahami akan lebih bermakna
daripada belajar menghafal.
7.
Adanya perbedaan individual pada diri
siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan
belajar siswa.
Ketiga
tokoh aliran kognitif diatas secara umum memiliki pandangan yang sama yaitu
mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar.
Langkah-langkah pembelajaran
menurut Peaget:
1.
Menentukan tujuan pembelajaran.
2.
Memilih materi pembelajaran.
3.
Menentukan topik-topik yang dapat
dipelajari siswa secara aktif.
4.
Menentukan kegiatan belajar yang sesuai
untuk topik-topik tersebut,misalnya penelitian,memecahkan
masalah,diskusi,simulasi,dan sebagainya.
5.
Mengembangkan metode pembelajaran untuk
merangsang kreatifitas dan cara berfikir siswa.
6.
Melakukan penilaian proses dan hasil
belajar siswa.
Langkah-langkah pembelajaranb
menurut Bruner:
1. Menentukan
tujuan pembelajaran.
2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan
awal, minat, gaya belajar dan sebagainya).
3. Memilih
materi pembelajaran.
4. Menentukan
topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh ke
generalisasi).
5. Mengembangkan
bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilistrasi, tugas, dan sebagainya
untuk dipelajari siswa.
6. Mengatur
topik-topik pelkajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke
abstrak, atau dari tahap enaktif,ikonik,sampai kesimbolik.
7. Melakukan
penilaian proses dan hasil belajar siswa.
Langkah-langkah
pembelajaran menurut Ausubel:
1. Menentukan
tujuan pembelajaran.
2. Melakukan
identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal,motivasi,gaya belajar,dan
sebagainya).
3. Memilih
materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam bentuk
konsep-konsep inti.
4. Menentukan
topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk advance organizer yang akan
dipelajari siswa.
5. Mempelajari
konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata/konkret.
6. Melakukan
penilaian proses dan hasil belajar siswa.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian
belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pehamaman, yang
tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi
teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman
yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses
belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru
beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang.
Diantara
para pakar teori kognitif, paling tidak ada tiga yang terkenal yaitu Peaget,
Bruner, dan Ausubel. Menurut peaget, kegiatan belajar terjadi sesuai dengan
pola tahap-tahap perkembangan tertentu dan umur seseorang, serta melalui proses
asimilasi, akomodasi, dan equelibrasi. Sedangkan Bruner mengatakan bahwa
belajar terjadi lebih ditentukan oleh
cara seseorang mengatur pesan atau informasi, dan bukan ditentukan oleh umur.
Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.
Sementara itu Ausubel mengatakan bahwa proses belajar terjadi jika seseorang
mampu mengasimilasikan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan pengetahuan
baru. Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus,
memahami makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah
dipahami.
B. Saran
Agar kita
mengetahui dan mengalami yang namanya stuktur kognitif karena proses belajar akan
berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi yang didapat dengan
cara struktur kognitif.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr.C.Asri
Budiningsih. 2005. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Muhammad
Thoborin & Arif Mustofa. 2013. Belajar dan Pembelajaran: Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran
dalam Pembangunan Nasional. Yogyakarta:
Ar-ruzz
Prof.Dr.Udin.S.Wirana
taputra. 2007. Materi Pokok Teori Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta:
Universitas Terbuka
0 Response to "Makalah Belajar dan Pembelajaran Teori Belajar Kognitif"
Post a Comment